Karena saya sendiri orang Karo, saya merasa harus tahu dan cukup mengerti tentang adat terutama dalam pernikahannya, karena bagaimanapun juga saya akan ikut terlibat nanti dalam adat ini... Dan seperti yang orang tua saya bilang, kalau bukan kita siapa lagi yang melestarikannya? :)
Kita terlebih dahulu diajak kembali kira-kira 100 tahun yang lalu. Kondisi kehidupan masyarakat Karo pada saat itu masih cukup sederhana dalam segala aspek. populasi penduduk belum ramai, perkampungan masih kecil, ada dua atau tiga rumah adat waluh jabu ditambah beberapa rumah sederhana satu dua. Kalau sudah ada sepuluh rumah adat baru dapat dikatakan perkampungan tersebut ramai. Sarana dan prasarana jalan belum ada, hanya jalan setapak yang menghubungkan satu kampung dengan kampung yang lain. Kegiatan ekonomi dan perputaran uang hanya baru sebagian kecil saja. Hanya pedagang yang disebut dengan “Perlanja Sira” yang sesekali datang untuk berdagang secara barter (barang tukar barang)
Kita terlebih dahulu diajak kembali kira-kira 100 tahun yang lalu. Kondisi kehidupan masyarakat Karo pada saat itu masih cukup sederhana dalam segala aspek. populasi penduduk belum ramai, perkampungan masih kecil, ada dua atau tiga rumah adat waluh jabu ditambah beberapa rumah sederhana satu dua. Kalau sudah ada sepuluh rumah adat baru dapat dikatakan perkampungan tersebut ramai. Sarana dan prasarana jalan belum ada, hanya jalan setapak yang menghubungkan satu kampung dengan kampung yang lain. Kegiatan ekonomi dan perputaran uang hanya baru sebagian kecil saja. Hanya pedagang yang disebut dengan “Perlanja Sira” yang sesekali datang untuk berdagang secara barter (barang tukar barang)
Pekerjaan yang dilakukan hanyalah kesawah dan ke ladang (kujuma kurumah), ditambah menggembalakan ternak bagi pria dan menganyam tikar bagi wanita. Pemerintahan yang ada hanya sebatas pemerintahan desa. Kepercayaan yang ada adalah aninisme, dina-misme yang disebut “perbegu”. Alat dapur yang dipakai masih sangat sederhana, priuk tanah sebagai alat memasak nasi dan lauk pauknya, walau ada juga yang telah memasak dengan priuk gelang-gelang atau priuk tembaga/besi, tempat air kuran. Namun demikian kehidupan berjalan terus, meneruskan generasi dilaksanakan dengan orang yang sudah dianggap dewasa berkeluarga, dikatakan dewasa bagi seorang pria adalah ketika dia telah dapat membuat ukat, kuran atau membuka ladang, bagi wanita telah dapat menganyam tikar dan memasak nasi dan lauk pauk.
Proses Pernikahan
Proses ataupun tahapan yang akan
dilaksanakan bila ingin berkeluarga pada pria dewasa dinamai “Anak Perana” dan
wanita dewasa dinamai “Singuda-nguda”. Ada lima tahapan yang harus dijalankan
yaitu :
1. Naki-naki
Anak Perana yang ingin menikah terlebih dahulu mencari seorang singuda-nguda, yang dianggapnya cocok, tidak sumbang, tetapi harus sesuai dengan adat Karo. Melakukan komunikasi melalui perantaraan, sampai ada kesediaan siwanita menerima kehadirannya.
2. Maba Nangkih
1. Naki-naki
Anak Perana yang ingin menikah terlebih dahulu mencari seorang singuda-nguda, yang dianggapnya cocok, tidak sumbang, tetapi harus sesuai dengan adat Karo. Melakukan komunikasi melalui perantaraan, sampai ada kesediaan siwanita menerima kehadirannya.
2. Maba Nangkih
Jika sudah saling menyukai, diteruskan
dengan membawa siwanita “Nangkih” ke rumah anak beru si pria. Sebagi tanda
melalui perantara diberikan ‘Penading” kepada orang tua si wanita. Orang tua si
wanita seolah-olah kaget menerimanya, seakan mereka tidak tahu dan tidak
menyetujuinya, dan seterusnya. Namun demikian dua atau tiga hari kemudian
beberapa orang ibu-ibu menemani ibu si wanita menghantarkan nasi/makanan kepada
anaknya. Melakukan pembicaraan dengan pihak pria mengenai kelanjutannya, dan
seterusnya.
3. Ngembah Belo Selambar
3. Ngembah Belo Selambar
Setelah dilakukan pembicaraan dengan
yang baik antara kedua belah pihak, selanjutnya pihak pria mendatangi pihak
keluarga si wanita bersama sembuyak, senia dan anak berunya, demikian pula
pihak wanita bersama sembutyak, senina dan anak berunya telah bersiap menyambut
kedatangan pihak pria. Yang datang terbatas, cukup membawa satu atau dua ekor
ayam untuk dugulai dan beras secukupnya. Biasanya malam setelah selesai makan
dilaksanakan pembicaraan atapun musyawarah (runggu) isinya hanya satu yaitu
meminta kesediaaan dengan senang hati dari orang tua si wanita dalam keinginan
anaknya menikah, tentunya ikut juga dukungan dari anak beru, bila sudah
bersedia dan dengan senang hati orang tua si wanita (kalimbubu) acar tersebut
telah selesai. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, keesokan harinya pihak si
pria beserta kedua calon pengantin dapat langsung pulang.
4. Nganting Manuk
4. Nganting Manuk
Biasanya acara ini dilaksanakan pada
saat pekerjaan tidak begitu sibuk, padi telah dipanen sekali. Pembicaraan ini
harus dihadiri lebih lengkap dan lebih penting. Singalo bere-bere harus
dipanggil, lengkap sangkep ngeluh. Makanan lebih banyak dibawa (boleh kambing
atau babi), tidak lagi hanya ayam. Melihat bentuk pertemuan dan kesanggupan dan
kehormatan pihak yang datang. Waktunya boleh malam hari atau pagi menjelang
siang hari. Banyaknya yang hadir kira-kira memenuhi rumah adat ataupun sekitar
2 -3 kaleng beras untuk dimasak. Dalam acara ini yang dibicarakan adalah
mengenai pelaksanaan pesta adat, kapan waktunya, berapa yang harus titangngung
dan berapa utang adat yang harus dibayarkan.
Tingkatan Pesta ada tiga pilihan yaitu:
1. Singuda pesta adatnya dilakukan dirumah saja
2. Sintengah bila kumpul seluruh sanak family
3. Sintua, bila ditambah pengantin rose, (berpakaian adat lengkap), ergendang (musik tradisional) dan memotong lembu atau kerbau.
Tanggungan pihak pengantin pria, seperti pembayaran utang adat tentunya disesuaikan dengan tingkatan pestanya adatnya. Dikarenakan telah didapat kesepakatan untuk melaksanakan pesta adat, maka ditanyalah kalimbubu singalo bere-bere, apa yang akan menjadi hadiah perkawinan (luah/pemberian) yang akan diserahkan sebagai tanda restu kepada beberenya yang akan menikah. Tentunya hal ini akan ditanyakan terlebih dahulu kepada beberenya, apa keinginannya, dan keinginan ini tidak dapat tidak disampaikan/disetujui. Mama si wanita akan memerintahkan kepada turangnya (ibu si wanita) agar menyediakan permintaan tersebut. Pada Nganting Manuk ini juga ditetapkan belin gantang tumba, banyaknya makanan yang harus dipersiapkan. Biasanya pesta dilaksanakan setelah selesai panen.
Kerja Adat Perjabun
Ini adalah tahapan terakhir mensyahkan telah diselesaikan adapt pernikahan. Telah syah menjadi satu keluarga yang baru. Semua akan berkumpul pada pesta adat seperti yang telah disepakati bersama. Dahulu tempat pesta tidak ada dirumah pasti tidak muat jadi pesta dilaksanakan di tempat lapang atau dibawah kayu rindang. Bila pada saat pesta panas terik maka anak beru kedua belah pihak akan mendirikan tempat berteduh yang terbuat dari kayu, daun rumbia atau daun/pelepah kelapa. Tikar tempat duduk dan kayu bakar telah dipersiapkan oleh pihak siwanita. Dikarenakan pada saat itu fasilitas apapun tidak ada, maka diminta kepada penduduk desa untuk memasak makanan, masing-masing 2-3 tumba berikut dengan sumpitnya (tempat nasi) dan membawanya ketempat pesta dilaksanakan.
Lauk pauk (daging) langsung dibagi lima, dua bagian untuk pihak pria, dua bagian untuk pihak wanita dan satu bagian untuk singalo bere-bere. Jadi jelaslah bagi kita bahwa ketiga komponen inilah yang berperan penting. Sukut si empo (pihak pria) bersama sangkep nggelunya, begitu juga pihak wanita. Tidak ketinggalan singalo bere-bere bersama sangkep nggeluhnya inilah yang disebut dengan Kalimbubu Si Telu Sedalanen (hal ini akan kita bicarakan dilain waktu)
Masing-masing ketiga kelompok ini membawa anak berunya untuk menyiapkan makanan seperti yang telah dibagikan tadi. Jika kalimbubu si ngalo ulu emas dari pihak pria, boleh tidak hadir disitu, akan didatangi dikemudian hari untuk membayar utang adat. Pada waktu dulu tidak ada pidato-pidato seperti sekarang ini, kalimbubu singalo bere-bere memberikan hadiah dan doa restunya.
Untuk mensyahkan pernikahan menurut adat telah selesai, selanjutnya akan dijalankan terlebih dahulu “si arah raja”, ini ditangani oleh Pengulu atau Pemerintah, besarnya Rp. 15,- uang perak, dinamakan si mecur, diberikan kepada seluruh komponen yang berhak menerima, ulu emas, bena emas, perkempun, perbibin, perkemberahen, dan lainya. Setelah itu Rp. 60,- uang perak unjuken untuk pihak si wanita, selebihnya dinamakan tepet-tepet dijalankan oleh anak beru kedua belah pihak saja.
Pesta Pernikahan terbagi atas tiga jenis:
1. Kerja Erdemu Bayu, bila jumpa impal, ngumban ture buruk, jumpa kalimbubu ayah, kembali kepada kampahnya bila jumpa kalimbubu nini.
2. Kerja Petuturken, jumpa kelularga yang baru, terlebih dahulu bertutur.
3. Kerja Ngeranaken, bila ada yang harus dimusyawarahkan, misal tuturnya turang impal, tutur sepemeren, ada yang harus diperbaiki sabe ataupun denda, nambari pertuturen.
Demikianlah sekilas Kronologis Proses Pernikahan pada Suku Karo dan Pesta Adatnya, pada zaman dulu, hal ini sebagai kilas balik sesuai dengan zamannya.
Sumber :
Warta GBKP Maranatha Ditulis oleh Y. Sinuraya (Naskah Asli dalam bahasa Karo)
Diterjemahkan oleh Jimmi Hendrawan Sinulingga
Website gbkpjakartapusat.org
ReplyDeleteHai Calon Pengantin ~
MAU NIKAH TAHUN INI ATAU TAHUN DEPAN DENGAN HARGA TAHUN LALU?
Pas banget nih karena HIS GRAHA ELNUSA mempersembahkan FLASH SALE RAMADHAN dengan harga tahun lalu, kamu bisa melangsungkan pernikahan ALL IN PACKAGE (Gedung, Catering, Dekorasi, Rias & Busana atau Bridal, Entertainment, Photography, WO dan Wedding Car) + HONEYMOON BALI 3D2N untuk periode Nikah sampai April 2020!
Yuk Langsung aja survey ke Ballroom Udaya Graha Elnusa..
> For more info please contact Marketing HIS Wedding Graha Elnusa 083873396243 (RATIH) atau datang langsung ke kantor HIS di Graha Elnusa Lt.2, Jl.TB. Simatupang Kav.1B, Cilandak Timur.